Kegiatan ngumpul bareng yang biasa aku lakukan diwaktu malam adalah Ritual Ngopi. Biasanya waktu ngopi itu aku habiskan bersama teman-teman ku, sambil membahas hal-hal penting, sampai hal2 yang tak penting. Tapi jujur, kebanyakan hal yg gak penting yang kami bahas. Gak jarang kami berbeda pendapat, dan gak jarang pula kami saling mengkritik. Terkadang ketika seseorang mempunyai suatu pendapat, maka pendapat itu akan terasa yang paling benar. Begitu juga denganku. Ketika pendapat ku di kritik, secara alamiah akan muncul argumen2 didalam kepala untuk mencari alibi kebenaran pendapatku. Terkadang terdengar arogan, terdengar dipaksakan tapi begitulah adanya. Begitu juga dengan teman2ku. Respon otak akan menjadi cepat. Sisi sensitif manusia langsung muncul ketika mereka dikritik. Hal2 seperti ini tidak perlu dipelajari, karna sikap2 seperti ini biasanya akan muncul di setiap komunitas. Kita suka mengkritik hal2 yang kita anggap salah. Tapi ketika ada orang lain yang punya persepsi berbeda dan mengkritik pendapat kita, kadang tak mudah menerimanya.
Baru2 ini ada kasus yang menghebohkan. Pak Dipo alam (selanjutnya gak pakai kata ‘pak’ lagi ya.., hemat) , sekretaris kabinet mengeluarkan pernyataan mengejutkan. Mungkin saking kesalnya beliau mengkritik media massa sampai2 ingin memboikotnya. Kira2 begini:
“Ada koran dan televisi yang setiap menit dan jam memberitakan soal keburukan, sampai gambarnya diulang-ulang setiap hari lalu menyebut pemerintah gagal sehingga terjadi misleading di masyarakat. Itu kan salah, boikot saja,”
Komentar seperti ini rasa-rasanya berlebihan. Memboikot media massa bukan hal yang bijak. Banyak tokoh yang menyesalkan pernyataan seperti ini. Dan tidak sedikit yang mengecam. Dipo alam semakin memperburuk citra pemerintah yang seperti paranoid untuk di kritik. Ini juga bukannya orde baru, tapi ini eranya kebebasan pers.
Belakangan Media Group Mesomasi Dipo alam. Lewat pengacaranya OC kaligis, mereka menggugat sampai 100 milyar !! Gila !! Media group sangat serius dengan hal ini. Serangan balik langsung diluncurkan. Coba simak tiga bukti pernyataan Dipo Alam yang digugat:
Pertama, "Pokoknya saya katakan kalau mereka (media) tiap menit menjelekkan terus, tidak usah pasang (iklan). Saya akan hadapi itu. Toh, yang punya uang itu pemerintah. Enggak usah pasang iklan di situ dan juga sekarang orang yang di-interview dalam prime time tidak usah datang."
Kedua, "Ini, kan, membuat investor lari. Seolah-olah Indonesia ini kacau. Indonesia ini gelap."
Ketiga, "Saya memberikan instruksi boikot itu kepada seluruh sekjen dan humas kementerian. Kita bukan alergi kritik. Boleh kritik, kita senangi dikritik. Tapi, isinya negatif dan akumulatif sehingga orang-orang menjadi mislead, that is wrong. Itu bukan mengkritik. Itu bukan kebebasan pers. Saya mengatakan boikot saja. Yang tidak boikot, saya perhatikan."
Secara umum, tidak layak seorang sekretaris kabinet mengatakan hal-hal demikian. Kebebasan pers juga termasuk kedalam pilar demokrasi. Pemerintah tentunya harus siap untuk di kritik, semua dapat bersuara tanpa di batasi apalagi sampai memboikot. Tapi tunggu dulu, Apakah serangan balik yang diberikan Media group juga sepenuhnya benar?? Apakah tidak bisa terlebih dahulu dilakukan langkah2 mediasi ke dewan pers nasional. Kenapa harus terburu2 membawanya ke ranah hukum? Jujur, aku jadi merasa media ini juga gak jauh lebih baik. Angkuh, merasa kuat dan mapan tapi Paranoid, anti kritik.
Mungkin kita harus paham juga, kritik keras Dipo alam mungkin sangatlah beralasan. Bukan rahasia umum lagi, media2 seperti Metro TV dan TVOne terkadang tidak selalu berimbang dalam proporsi berita. TV sangat berperan penting dalam membentuk opini publik. Membuat masyarakat pro atau kontra pemerintah secara cepat. Lihatlah bagaimana stasiun TV ini sangat mengekspose masalah2 pemerintah. Segala berita negatif tentang pemerintah akan secara cepat di blow up menjadi topik perbincangan hangat. Top news. Pemerintah tersudutkan. Namun prestasi pemerintah tidak terlalu banyak untuk dibahas. Mungkin tidak komersil, entahlah..
Lalu bagai mana dengan Netralitas? Sudah begitu independenkah MetroTV dan TVOne? Lihat lah kasus Lumpur lapindo yang mendapat porsi sedikit di TVOne, atau soal PSSInya Nurdin halid yang dilukiskan cukup baik di TVOne. MetroTV? Perubahan atau Restorasi dr Ormas Nasional Demokrat untuk pemerinthan Indonesia jadi porsi yang besar tapi kasus Surya paloh tentang Hotel Papandayan atau Cipta Graha Nusantara sangat sulit ditemukan di stasiun TV ini.
Aku gak mendukung kampanye untuk memboikot Media masa. Tapi aku gak simpati dengan media yang paranoid untuk di kritik. Meraka yang suka Mengkritik, tapi tidak mau dikritik !! Sangatlah lucu!! Ketika Sebuah media yang getol kritis dan mengkritik pemerintah, meminta pemerintah untuk arif menerima krikan. Harusnya media itu juga siap untuk menerima kritik dan arif menyikapinya. Kebebasan pers adalah kebebasan, tapi tetap harus bertanggung jawab.
Ada pelajaran penting yang dapat diambil. Mungkin sudah menjadi sifat alamiah manusia untuk mengkritik. Kenapa? Karna manusia punya nurani untuk mengatakan salah, ketika ada satu hal yang menganggu persepsi “kebenarannya”. Tapi harus diingat, ‘manusia tidak luput dari salah dan lupa’. Ada kalanya suatu hal yang kita anggap benar ternyata bisa saja salah. Untuk itu, mari kita belajar mengkritik sembari belajar menerima kritik. Hilangkan rasa angkuh. Mulai dari sekarang, atau mulai dari segelas kopi pada saat ngumpul bersama..
Sekian.